Sabtu, 24 Oktober 2009

Guru yang memancarkan energi ( bagian 2 )

Guru yang Rajin mendengar dan Peduli
SEbagai guru saya yakin sebagian waktu Anda habiskan untuk berbicara, namun kali ini saya menganjurkan untuk mendengar. Saya sama sekali tidak ingin mengurangi porsi Anda berbicara di depan kelas, tetapi mendengar yang saya maksudkan adalah bagaimana Anda peduli pada setiap hal menyangkut siswa Anda.
Peduli bukan pula berarti Anda menuruti apa yang menjadi kemauan siswa Anda. Mendengar dan peduli yang saya maksudkan adalah Anda mengerti bahwa setiap siswa Anda memiliki latar belakang yang berbeda. Dengan mendengar dan peduli Anda tidak gampang untuk menghakimi.

Jika siswa Anda tak mendapatkan nilai bagus untuk pelajaran Anda, jangan serta merta melAkukan justifikasi. Saya pernah menegur seorang Anak karena nilai pelajaran saya selalu jelek, dan saat menegur saya mengatakan bahwa dia tidak belajar. Responnya sungguh di luar dugaan saya, dia marah, karena dia merasa sudah sungguh-sungguh belajar, jika hasilnya jelek ia pun tidak tahu. Melihat keseriusannya menanggapi teguran, saya benar-benar menyesal telah mengatakan hal itu. Belakangan saya baru mengetahui bahwa ternyata cara belajarnya yang tidak tepat. Ia hanya menghafal tanpa memahami konsep-konsepnya sehingga ketika saya mengujikan sesuatu yang berbeda walaupun secara prinsip sama dia tidak bisa menjawab. Hal tersebut saya ketahui setelah secara pribadi saya memberi pendekatan khusus padanya.
Mendengar dan sekaligus peduli pada apa yang kita dengar memberi peluang bagi kita untuk melakukan perubahan. Perubahan yang tentu saja menuju kearah perbaikan kualitas. Sebagai manusia memang kita memiliki banyak keterbatasan, namun jika ada hal yang memang sesungguhnya bisa kita lakukan hanya saja kita belum tahu, dengan banyak mendengar kita akan mengetahuinya.

 


Guru yang memiliki Integritas
Integritas, apapun profesinya saya yakin sangat diharapkan keberadaannya, terlebih bagi Anda yang dalam banyak hal diharapkan mampu menjadi teladan, integritas hukumnya adalah wajib.
Tidak mungkin rasanya jika Anda berada di sebuah kawah pendadaran yang diharapkan mampu melahirkan alumnus yang berkarakter tetapi Anda sendiri tidak memiliki integritas. Selain membahayakan ketiadaan integritas akan mengacaukan system sekolah tempat Anda berada itu sendiri. Mengapa integrias sedemikian berpengaruh?
Pertama, integritas mencerminkan diri Anda, sebagai penanam nilai-nilai positif Anda bertanggungjawab penuh membekali peserta didik dengan ideal-ideal tertentu, jika Anda tidak memiliki integritas, apa jadinya? Inilah yang saya sebut sebagai mengacaukan system, karena secara sadar sekolah memiliki visi untuk menghasilkan alumni yang memiliki profil tertentu. Suka atau tidak Anda ada dalam system tersebut, maka Anda mesti menghidupi system nilainya.

Guru yang bersemangat
Pernahkah Anda masuk ke sebuah kelas lalu tiba-tiba mood untuk mengajar Anda hilang? Saya sering mengalami hal itu, dan belakangan saya memahami bahwa ada korelasi antara situasi suatu kelas dengan mood saya mengajar. Energi yang dipancarkan oleh kelas itu sepertinya bukan energi positif yang membawa saya pada situasi yang menyenangkan. Namun persoalannya kemudian adalah saya larut dalam energi negative tersebut, sehingga saya yang dipengaruhi dan tidak mempengaruhi. Sebagai guru semestinya saya tidak larut, namun saya mengubah yang negative itu menjadi positif. Bagaimana? Terus bersemangat!
Sepertinya pernyataan tersebut klise, namun itu adalah kenyataan. Pernah dalam sebuah kesempatan saya melihat betapa tidak bersemangatnya kelas saya. Rasanya saya pun sangat malas untuk memulai, namun saya mencoba untuk tetap bersemangat. Saya tidak langsung masuk ke materi, saya mencoba jujur pada mereka apa yang juga saya rasakan. Hal ini ternyata menggugah mereka untuk memberi tanggapan, tanpa mereka sadari ini membuat perhatian mereka kembali tinggi.

Guru yang selalu memiliki hal baru
Beberapa waktu yang lalu dalam sebuah perenungan, saya memiliki kerinduan untuk selalu memberikan hal baru bagi siswa saya di setiap kesempatan saya mebngajar di depan kelas. Mengapa saya berpikir demikian? Saya terinspirasi oleh beberapa seminar yang saya ikuti, terutama dalam training-training motivasi. Setelah mengikuti seminar saya selalu fresh dan puas, karena saya merasa selalu ada yang baru. Walaupun sesungguhnya hal-hal baru tersebut adalah sesuatu yang sangat sederhana, Cuma selama ini hal tersebut tidak terpikirkan. Berdasarkan hal itu saya beranggapan mengapa hal itu juga saya berlakukan untuk sesi-sesi saya, yaitu saat mengajar di kelas tentunya.

Guru yang bersahabat
Siswa kita bukanlah robot, mereka adalah mahluk sempurna sebagai manusia, memiliki kelebihan, perasaan dan tentu saja kekurangan. Aristoteles mengatakan, manusia secara alamiah adalah zoon politicon alias mahluk yang membutuhkan mahluk lain dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebagai manusia, mereka memiliki keinginan untuk diapresiasi, disayang, dianggap, atau intinya dimanusiakan. Sebagai pendidik Anda mesti menyadari benar kebutuhan-kebutuhan demikian. Sebagai guru saya sering mendengar siapa-siapa yang masih mereka ingat dari siswa-siswa mereka yang telah lulus. Selalu saja mereka yang berpredikat ter, terbaik atau terbadung, terpandai atau bahkan terbodoh. Untuk ter-ter yang positif, bagi kita mudah saja memberikan apresiasi. Namun bagi yang terlanjur negative, walaupun suatu kali dia berbuat positif, jangankan apresiasi yang terjadi justru kita curiga.

Ilustrasi foto diambil dari : www.unl.edu/scarlet/v13n8/v13n8special.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar