Rabu, 16 September 2009

Metode Pembelajaran Dialogis


Dunia pendidikan formal atau sekolah merupakan harapan bagi terciptanya proses pendidikan kritis yang ideal. Proses pendidikan yang didalamnya siswa dapat belajar secara komprehensif atau menyeluruh guna menunjang proses kehidupannya kelak. Proses belajar demikian tentu bukanlah proses belajar yang hegemonis yang segala sesuatunya di dominasi oleh guru, melainkan proses belajar yang dialogis sesuai prinsip primus interpares-nya Socrates.



Azyumardi Azra dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa pendidikan yang banyak dilakukan di negeri ini adalah gaya bank (The Banking Concept of Education). Pendekatan gaya ini kurang memberi kesempatan pada pengembangan kualitas peserta didik secara maksimal. Pola komunikasinya lebih bersifat satu arah dengan guru sebagai figur sentral.





Ciri-ciri dari pendidikan gaya bank ini adalah :
1. Guru mengajar, murid diajar,
2. Guru mengetahui sesuatu dan murid tidak mengetahui apa-apa,
3. Guru berpikir dan murid dipikirkan,
4. Guru bercerita dan murid patuh mendengarkan,
5. Guru menentukan peraturan dan murid diatur,
6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui,
7. Guru berbuat,murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya,
8. Guru memilih bahan pelajaran, murid tanpa diminta pendapatnya menyesuaikan diri dengan pelajaran itu,
9. guru mencampur adukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan jabatannya yang dilakukan untuk menghalangi kebebasan murid,
10. Guru adalah subyek dalam proses belajar dan mengajar, murid hanya obyek belaka. Penempatan murid seperti ini jelas tidak sesuai dengan kodrat manusia yang terlahir sebagai subyek yang harus mengada ke dunia secara bebas.

Sebagai solusi dalam mengatasi penindasan yang telah masuk dalam lapangan pendidikan ini Freire menawarkan konsep pendidikan terhadap masalah tersebut sebagai jalan keluar. Konsep ini menempatkan guru dan siswa sebagai subyek dalam sebuah proses pendidikan. Dan realitas dunialah yang dijadikan obyek. Tujuan pendidikan sebagai tabungan harus diganti dengan penghadapan pada masalah-masalah manusia dalam hubungannya dengan dunia. Kini pendidikan bukanlah lagi sebuah proses transfer ilmu dari guru dan murid, sebab keduanya kini bersama-sama dalam suasana dialogis membuka cakrawala realita dunia.

Dialog merupakan sarana yang harus ada dalam proses ini. Sehingga pendidikan menjadi tanggung jawab bersama guru dan murid. Proses dialog inipun tidak boleh menjadi proses yang hegemonis dan dominatif yang berpihak pada guru, namun haruslah menjadi sebuah motivasi munculnya kesadaran-kesadaran kritis baik dari guru ataupun murid khususnya. Sehingga proses ini akan senantiasa merefleksikan antara pengalaman murid dan guru. Di sini guru menyajikan pelajarannya kepada murid sebagai bahan pemikiran mereka dan menguji kembali pemikirannya terdahulu ketika murid mengemukakan hasil pemikirannya sendiri. Peran pendidik disini adalah bersama-sama dengan murid menciptakan pengetahuan sejati yang tidak bersifat dogmatis. Murid disini diusahakan dapat mengungkapkan segala sesuatu dengan bahasa mereka, pendapat mereka, sebagai sebuah proses yang selalu menjadi dan belum selesai. Karena manusia adalah makhluk yang terus manjawab tantangan realitas dunia agar ia dapat mengada dengan sejati, dan bukan diatur, ditentukan atau didikte orang lain.

Konsep yang kedua ini tentu akan menghasilkan murid yang mampu memandang dengan kritis terhadap dunia, mampu berpikir bebas yang dengan demikian akan berpandangan optimis terhadap dunianya. Sebaliknya pendidikan gaya bank akan menghasilkan murid-murid yang berpandangan fatalis terhadap dunianya. Ia akan menjadi orang bentukan yang harus tunduk pada aturan-aturan yang sesungguhnya bisa jadi diciptakan segelintir manusia demi kepentingan mereka.

4 komentar: