Jumat, 04 September 2009

Menjadi guru ; pilihan dalam kebimbangan? Jelas tidak!




Dulu ketika aku kecil dan baru duduk di bangku SD saat guruku bertanya; “anak-anak cita-cita kalian kelak menjadi apa?” Hampir separuh dari isi kelas menjawab ingin menjadi guru. Apalagi di kalangan siswa cewek, kebanyakan memfavoritkan cita-cita tersebut.

Namun ketika seragam sudah berganti banyak yang kemudian merevisi cita-cita SDnya, bahkan ketika aku sudah duduk di bangku SMA cita-cita sebagai guru nyaris tak terdengar. Apalagi saat-saat aku sudah duduk di bangku kuliah, bahkan seseorang yang jelas-jelas sudah mengambil jurusan FKIP ataupun IKIP terang-terangan tak ingin menjadi guru. Diperparah lagi krisis identitas itu tidak hanya menyerang para calon guru tetapi juga institusi para calon guru. Lihat saja nyaris semua IKIP mereformasi dirinya menjadi Universitas yang tak melulu melahirkan seorang guru. Muncul pertanyaan, sebenarnya ada apa dengan profesi yang satu ini?



Profesi guru di mata teman-temanku dan juga aku dalam hati kecilku merupakan profesi yang tidak elit. Mulia, jelas kamipun tak bisa menyangkal tetapi sayang ‘murahan’, artinya banyak yang dibayar murah atau bahkan banyak yang melakukannya karena memang tak punya pilihan. Dalam sulitnya mencari pekerjaan, ya sudahlah mengajarpun jadi. Kalau sudah begitu tentu bukan pada tempatnya menanyakan kompetensi.

Jika Anda bertanya dari sekian banyak mahasiswa yang belajar di sekolah para calon guru alias FKIP atau IKIP, berapa persen yang dengan tegas menjawab jurusan tersebut merupakan pilihan pertama? Saya yakin pasti tak banyak, apalagi Anda bertanya nanti Anda mau mengajar di mana, wah pasti jawabannya macam-macam yang lagi-lagi tak menyinggung institusi sekolah. Aneh memang, tetapi nyata.

Bagaimana mungkin profesi yang selalu disanjung mengalami sedemikian krisis, dan selalu dicoba dihindari namun ajaibnya banyak yang terdampar dan berkecimpung di bidang ini. Inilah keajaiban itu!

Saya juga adalah seorang guru dalam pengertian yang sesungguhnya, mengajar mata pelajaran di sebuah sekolah. Menemukan jalan dan kemudian mantap menekuni profesi ini, bukanlah pergumulan sesaat melainkan pergumulan yang cukup panjang dan boleh dibilang melelahkan.
Awalnya aku memang mengalami kebimbangan saat tahu kemana arah pendidikan yang sedang kutempuh itu bermuara. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan jelas visi dan misi lembaga ini diarahkan bagi terciptanya pengajar-pengajar yang mumpuni di bidangnya. Tetapi di sisi yang lain waktu itu aku menganggap tak ada pilihan lain, entahlah aku yang sengaja menjerembabkan diri atau terjerembab oleh keadaan. Sepertinya keduanya memiliki benang merah.

Tak ingin berlama-lama dalam kebimbangan aku mencari dan terus mencari hal-hal yang bisa kubanggakan dari apa yang kutempuh dan profesiku di kemudian hari itu. Satu demi satu pazzel kebanggaan itu kurangkai, dan hasilnya kini sedang kunikmati. Menjadi guru dan bangga atas profesi itu. Sungguh sebuah proses dengan akhir yang manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar